Country | |
Publisher | |
ISBN | 9786233138710 |
Format | PaperBack |
Language | Sundanese |
Year of Publication | 2023 |
Bib. Info | viii, 93p. ; 23cm. |
Categories | Literature |
Product Weight | 200 gms. |
Shipping Charges(USD) |
Paupaunna Saehe’ Maradang adalah sebuah cerita kategori hikayat yang berbahasa Bugis yang ceritanya terangkum dalam naskah lontara yang menggunakan aksara Bugis. Naskahnya ditulis di atas kertas bergaris dengan jumlah halaman sumber 188. Naskah ini milik oleh Andi Muhammad Ali salah seorang pegawai Kantor Jarahnitrah, Ujungpandang pada masanya. Penulis memperoleh naskah aslinya pada tahun 1991. Data kolofon menunjukkan kalau naskahnya ditulis di Desa Ujung, di Kabupaten Bone, pada tahun 1950 yang bertepatan 4 Zulkaidah. Nama penulisnya tercantum di dalam kolofon yaitu ditulis oleh seseorang yang bernama Ambo Tang yang beralamat di Kampung Ajjalireng, Desa Sijelling, Kabupaten Bone. Naskahnya merupakan koleksi pribadi Andi Muhammad Ali yang disimpan di rumahnya di Kota Makassar. Naskah ini disebut cerita islam yang ditulis menggunakan aksara lontara Bugis dan menggunakan bahsa Bugis, namun banyak idiom serapan dari bahasa Parsi, Arab dan Melayu. Hal itu disebabkan karena cerita Saehe’ Maradang merupakan cerita saduran dari Melayu. Oleh Liaw Yock Fang menggolongkannya sebagai sastra Melayu klasik dan menulisanya dengan nama ‘Hikayat Syahi Mardan’. Selanjutnya, Fang menggolongkan Hikayat Syahi Mardan sebagai hikayat zaman peralihan Hindu-Islam. Alasan Fang menggolongkan ke dalam sastra peralihan karena hikayat Syahi Mardan mengandung ciri-ciri seperti: 1) cerita menampilkan tokohnya mencari obat untuk menyembuhkan penyakit; 2) membebaskan putri yang ditawan raksasa; 3) membebaskan negeri yang dibinasakan garuda; 4) adanya batu ajaib, dll. Walaupun Paupaunna Saehe’ Maradang ini merupakan hikayat yang masuk kategori Islam, namun empat motif cerita seperti di atas masih dipakai. Keberadaan cerita Paupaunna Saehe’ Maradang nin di Sulawesi Selatan tidak dapat dilepaskan dari persebaran sastra Islam dan peranan orang-orang Melayu dalam persebaran agama Islam pada masyarakat Bugis dan Makassar. Ceritanya menampilkan tokoh seorang pemuda yang bernama Saehe’ Maradang, seorang pemuda tampan dan bangsawan, anak dari raja Darul Hasanati. Ia ditampilkan sebagai sosok pemuda Islam yang sejak masa kanak-kanaknya diasuh ala pendidikan Islam yaitu mengaji dengan berbagai tingkatan. Setelah tamat mengaji ia pun memperdalam ilmu agama Islam, yang membuatnya ia merantau ke berbagai negeri hanya untuk mencari ilmu yang belum diketahuinya pada guru yang tepat. Itulah sebabnya sehingga cerita ini menampilkan sastra yang mengandung pengajaran tentang islam dengan empat aspek utama yaitu syariat, tarikat, haikat, dan makrifat. Salah satu hal yang menonjol di dalam cerita adalah teks ini menganut konsep nikah batin, yang dalam sisi tertentu menunjukkan keselarasan aliran tertentu.