Banjir besar di Kota Semarang pada tahun 1973, 1988, dan 1990 menjadi kenangan tak terlupakan, bukan hanya karena faktor daya rusak, tetapi menjadi tonggak terjalinnya kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Sebuah kesepakatan melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) yang menghasilkan sebuah kajian “The Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study for Urgent Flood Control and Urban Drainage in Semarang City and Suburbs” dengan tujuan pengendalian banjir, pengembangan sumber daya air, dan optimalisasi sistem drainase kota. Pembangunan Bendungan Jatibarang merupakan jawaban atas permasalahan banjir pada musim hujan dan keterbatasan air baku pada musim kemarau di Kota Semarang. Proses perencanaan pada periode 1990-an dan dilaksanakan pada awal tahun 2005, akhirnya diresmikan pada tahun 2014. Bendungan dengan tampungan total 20,4 juta meter kubik ini membendung Sungai Kreo di Kecamatan Mijen dan Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Kini, hadirnya Bendungan Jatibarang berhasil mengurangi ancaman banjir di ibu kota Jawa Tengah, suplai air baku sebesar 1.500 liter/detik, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkapasitas 1,5 MW, PLTS untuk kemandirian energi listrik penunjang operasional bendungan serta menjadi ikon baru destinasi wisata unggulan Kota Semarang.