Country | |
Publisher | |
ISBN | 9786238831005 |
Format | PaperBack |
Language | Bahasa |
Year of Publication | 2022 |
Bib. Info | vi, 280p. ; 20cm |
Categories | Literature |
Product Weight | 350 gms. |
Shipping Charges(USD) |
Ahmad anak seorang jawara sekaligus preman yang disegani di kampungnya. Hidup ayahnya hanya berantem, berjudi, ngadu ayam, dan mabuk-mabukan. Sejak kecil Ahmad terbiasa hidup susah dan jarang menemukan yang namanya makanan. Si Bapak hanya senang-senag sendiri tidak pernah berpikir tanggungjawabnya sebagai orang tua. Sampai umur dua belas tahun Ahmad jarang memakai baju karena tidak bisa membelinya, dan sesekali mengenakan celana yang kebesaran dan penuh dengan tambalan. Di usia dua belas tahun, Ahmad sering memancing di sungai, kemudian bertemu kang Salam lalu mengajaknya ngaji di pesantren Cahya Hirup. Ayahnya mengizinkan dengan syarat setiap malam Ahamd mengirimkan kerak nasi, sisa-sisa makanan para santri sebab orang tua Ahmad memng mengandalkannya dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari dari ikan hasil pancingan yang ditukar dengan beras. Setelah sepuluh tahun Ahmad nyantri di pesantren Cahya Hirup, ia diperintah oleh Ajengan Mu’allim untuk pindah ke pesantren Suci manah. Betapa senang dan Bahagia dia Ketika Ajengan Mu’allim memberikan hadiah kopeah beureum atau peci merah, hanya saja peci itu kekecilan karena peci itu adalah kepunyaan anak Ajengan Mu’allim Ketika menjadi pengantin sunat. Ahmad menganggap peci tersebut adalah kenangan istimewa dan penuh barokah, hingga ia terus menjaganya. Lalu, bagaimana kisahnya? Apalagi Ahmad diminta setelah lulus di pesantren mesti berdakwah di kampungnya yang terkenal dengan jawaranya dan kemaksiatan. Silakan dibaca hingga tuntas, kisah ini ditulis dengan gaya humor, namun memiliki filosofi kehidupan yang dalam.