“Ini adalah karya luar biasa dari insan-insan istimewa,” kesan saya setelah membaca draft buku antologi ini. Dengan mata hati yang tajam, buku ini mengajak kita merenung dalam kegelapan, menemukan keindahan yang tak terlihat oleh mata biasa. Antologi puisi ini bukan sekadar kumpulan kata-kata, melainkan serangkaian melodi yang melintasi lorong-lorong kehidupan para penulisnya yang istimewa. Mereka, para penulis difabel netra, membuktikan bahwa dalam setiap gelap pasti ada kilauan bintang yang menuntun kita pada makna sejati. Puisi-puisi yang terhampar di halaman-halaman buku bertajuk Arunika dalam Gulita ini adalah penceritaan yang membangkitkan rasa, lebih dalam dari sekadar getaran suara atau sentuhan tinta di kertas. Mereka mengukir kata-kata dengan jemari yang mengerti betul arti perjuangan, dan setiap bait puisi adalah kisah perjalanan yang mengajak kita menyelami lautan emosi yang tak terbatas. Dalam keterbatasan fisik, penulis-penulis hebat ini menemukan cahaya dalam kegelapan jiwa mereka. Dengan hati yang peka, mereka menggambarkan dunia mereka yang begitu kaya warna, meskipun mata fisik tak dapat menyaksikannya. Mereka adalah pahlawan tanpa pedang, pejuang tanpa senjata, yang membuktikan bahwa kelemahan fisik tidak selalu menggiring pada kelemahan jiwa. Setiap puisi adalah serpihan jiwa yang dilemparkan ke dalam alam kata-kata, dan setiap pembaca diundang untuk menyusuri jejak-jejak emosi yang terukir dengan indah. Melalui nada-nada puisi ini, kita diajak untuk menghirup harumnya bunga keberanian dan menggenggam erat makna hidup yang terlukis begitu dalam di antara baris-baris kata. Selamat membaca.